Jumat, 11 Desember 2009

Aplikasi Teknologi Pendidikan pada Proses Belajar Mengajar dalam Peningkatan Keserasian Pendidikan

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Definisi pendidikan menurut UU Nomor 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Menurut Carter V. Good dalam Hasbullah (2009:2), Pendidikan adalah ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip dan metode-metode mengajar, pengawasan dan bimbingan murid. Sedangkan menurut Ahmad D Marimba masih dalam Hasbullah (2009:2), Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju tebentuknya kepribadian yang utama. Sehingga dari definisi pendidikan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan merupakan proses pembelajaran dimana ada pendidik dan peserta didik yang menggunakan metode , pengawasan dan bimbingan guna mencapai tujuan pendidikan.
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru, yang sebagiannya sering tidak dapat diramalkan sebelumnya. Sebagai konsekuensi logis, pendidikan selalu dihadapkan pada masalah-masalah baru. Masalah yang dihadapi dunia pendidikan itu demikian luas, pertama karena sifat sasarannya yaitu manusia dengan berbagai keunikannya, kedua karena usaha pendidikan harus mengantisipasi ke hari depan yang tidak segenap seginya terjangkau oleh kemampuan daya ramal manusia. Oleh karena itu, perlu ada rumusan yang serasi sebagai masalah-masalah pokok yang dapat dijadikan pegangan oleh pendidik dalam mengemban tugasnya.
Tujuan pendidikan menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan ini dibutuhkan suatu Teknologi Pendidikan, khususnya dalam pelaksanaan proses pendidikan.
Sistem pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan masyarakat yang merupakan salah satu bagian dari suprasistem pendidikan. Pembangunan sistem pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak sinkron dengan suprasistem dari sistem pendidikan. Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai sistem dengan sistem sosial budaya sebagai suprasistem tersebut di mana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahan intern sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Artinya, suatu permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan dengan masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya mutu hasil belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari peran guru selaku ujung tombak pelaksana pendidikan serta masih banyak lagi faktor-faktor lainnya di luar sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar tersebut. Menurut Pidarta (2007:37), dalam menangani pendidikan baik mempertahankan yang sudah ada, memperbaiki, maupun mengadakan sesuatu yang baru hendaklah memperhatikan bagian-bagiannya atau semua subsistemnya secara berimbang atau proporsional. Hanya dengan cara ini perbaikan dan kemajuan pendidikan diharapkan paling mungkin tercapai.
UNDP (United Nation Development Program) atau Badan PBB yang menangani masalah pendidikan mengeluarkan data tentang peringkat Negara-negara dunia berdasarkan daya saing kualitas sumber daya manusia tahun 2007 atau Human Development Index 2007. Dari 177 negara yang diteliti, Indonesia menduduki peringkat hampir terakhir yaitu di posisi 107. Artinya kualitas daya saing sumber daya manusia Indonesia sangat rendah di pasar internasional. Rendahnya kualitas pendidikan ini, salah satu penyebabnya adalah lemahnya penataan kegiatan akademik yang tercermin melalui kondisi kegiatan belajar mengajar di kelas yang tidak serasi. Untuk meningkatkan keserasian pendidikan dibutuhkan suatu Teknologi Pendidikan dalam pelaksanaan proses pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah “bagaimana aplikasi Teknologi Pendidikan pada proses kegiatan belajar mengajar dalam peningkatan keserasian pendidikan?”.

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan ini, selain sebagai pemenuhan salah satu tugas dalam mata kuliah Dasar-dasar Teknologi Pendidikan adalah juga untuk mengetahui aplikasi Teknologi Pendidikan pada proses kegiatan belajar mengajar dalam peningkatan keserasian pendidikan?”.

2. Pembahasan
2.1 Teknologi Pendidikan
Teknologi berasal dari techne atau cara dan logos atau pengetahuan sehingga teknologi dapat diartikan pengetahuan tentang cara (Miarso, 2007:131). Teknologi Pendidikan berdasarkan beberapa konsep atau definisi dari berbagai lembaga dan perkembangannya adalah sebagai berikut:
 Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT) 1963 “ Komunikasi audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses belajar. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.”
 Definisi Commission on Instruction Technology (CIT) 1970
“Dalam pengertian yang lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulis. Bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya.”
 Definisi Silber 1970 “Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.
 Definisi MacKenzie dan Eraut 1971 “Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai”. Dalam definisi MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.
 Definisi AECT 1972, Pada tahun 1972, AECT berupaya merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan memberikan rumusan:
“Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut”.
 Definisi AECT 1977 “Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia”.
 Definisi AECT 1994 “Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.”
 Definisi AECT 2004 “Teknologi pembelajaran adalah studi dan etika praktek untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan sumber daya teknologi.”
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Teknologi Pendidikan adalah suatu disiplin/bidang (field of study) untuk memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran guna meningkatkan kinerja menggunakan pendekatan sistemik. Kawasan Teknologi Pendidikan meliputi kegiatan yang berkaitan dengan analisis, desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, implementasi dan evaluasi baik proses-proses maupun sumber belajar. Teknologi Pendidikan tidak hanya bergerak di sekolah atau lembaga pendidikan tetapi dalam semua aktifitas manusia (seperti keluarga, masyarakat, organisasi, perusahaan dan lain-lain) sejauh berkaitan dengan upaya memecahkan masalah belajar dan peningkatan kinerja.
2.2 Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Meningkatkan Keserasian Pendidikan.
Keserasian dari kata dasar Serasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:824) artinya adalah selaras, sepadan, seimbang, harmonis yang berlawanan dengan kontras, tidak seimbang, tidak harmonis. Keserasian adalah suatu peristiwa dimana terjadi kesesuaian, kecocokan, keseimbangan antara komponen satu dengan lainnya sehingga tercapai tujuan yang diinginkan. Didalam keserasian pendidikan terdapat kesesuaian, kecocokan, keseimbangan antara komponen pendidikan sehingga tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
Menurut Miarso (2009:78) Apabila konsep atau pengertian Teknologi Pendidikan kita analisis, kita akan memperoleh pedoman umum aplikasi Teknologi pendidikan yaitu: (1) memadukan berbagai macam pendekatan dari bidang psikologi, komunikasi, manajemen, rekayasa, dan lain-lain secara bersistem. (2) memecahkan masalah belajar pada manusia secara menyeluruh dan serempak, dengan memperhatikan dan megkaji semua kondisi dan saling kaitan diantaranya, (3) Ddigunakannya teknologi sebagai proses dan produk untuk membantu memecahkan masalah belajar, (4) timbulnya daya lipat atau efek sinergi, dimana penggabungan pendekatan dan unsur-unsur mempunyai nilai lebih dari sekedar penjumlahan . Demikianpula pemecahan secara menyeluruh dan serempak akan mempunyai nilai lebih daripada memecahkan masalah secara terpisah.
Dalam Teknologi Pendidikan terdapat lima kawasan Teknologi Pendidikan yaitu desain, pengembangan, pengelolaan, pemanfaatan, dan penilaian (Seels & Richey, 1994:25). Yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar adalah kawasan Desain. Desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar (Seels & Richey, 1994:32). Kawasan Desain meliputi: (1) desain sistem pembelajaran, (2) desain pesan, (3) desain strategi pembelajaran dan (4) karakteristik pemelajar (Seels & Richey, 1994:33).
Desain Sistem Pembelajaran adalah prosedur yang terorganisasi yang meliputi langkah-langkah penganalisaan, perancangan, pengembangan, pengaplikasian, dan penilaian pembelajaran (Seels & Richey, 1994:33). kompetensi standar yang setidaknya harus dimiliki guru atau teknolog pada Desain Sistem Pembelajaran yaitu:
(1) Kemampuan umum meliputi: (a) mampu memanfaatkan dan mengimplementasikan prinsip-prinsip optimalisasi kondisi belajar, (b) mampu mengidentifikasi berbagai ragam model desain pembelajaran dan setidaknya dapat mengimplementasikan salah satu diantaranya, (c) mampu mengidentifikasi teori-teori belajar dan konsekuensi implikasinya terhadap pembelajaran yang efektif dan efisien.
(2) Kemampuan dalam Menganalisis meliputi: (a) mampu merumuskan tujuan pembelajaran yang relevan dengan materi dan hasil belajar yang diharakan, (b) mampu melakukan analisis instruksional (instructional/task analysis), analisis materi dan analisis konteks, (c) mampu mengkategorisasikan tujuan pembelajaran berdasarkan skema atau taksonomi yang sesuai/tepat.
(3) Kemampuan dalam Mendesain (Designing) meliputi: (a) menciptakan suatu rencana terkait dengan topik atau konten tertentu dalam skala makro sesuai dengan prinsip desain pembelajaran, (b) membuat rencana pembeajaran (skala mikro) yang sesuai dengan kebutuhan, (c) mengintegrasikan keterampilan ICT literacy kedalam proses pembelajaran, (d) memadukan proses teknologi pembelajaran kontemporer untuk mendorong terjadinya pembelajaran yang interaktif, (e) berkolaborasi dengan guru lain untuk memastikan standar ICT literacy telah terinetgrasi dalam kurikulum.
(4) Kemampuan dalam Mengembangkan (Developing) meliputi: mampu menghasilkan bahan belajar yang menggunakan atau mengkombinasikan multimedia (video, animasi, simulasi, teks, gambar, dll)Memiliki salah satu kemampuan dalam mengembangkan multimedia seperti authoring tools, web design tools, dll.
(5) Kemampuan dalam Mengimplementasikan (Implementating) meliputi: (a) mampu mengimplementasikan rencana pembelajaran dan bahan belajar yang dihasilkan dalam seting pembelajaran yang kontekstual untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, (b) mampu menciptakan atau membuat pengkategorisasian koleksi media yang tepat dengan menggunakan prinsip kataloging dan klasifikasi pusat sumber belajar.
(6) Kemampuan dalam Mengevaluasi (Evaluating) meliputi: (a) mampu menggunakan berbagai jenis dan alat evaluasi untuk mengukur ketercapaian hasil belajar, (b) mampu menerapkan prinsip evaluasi formatif.
Desain Pesan (Message Design) adalah perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan, (Seels & Richey, 1994:33). kompetensi yang setidaknya harus dimiliki guru atau teknolog pada Desai Pesan yaitu: (a) mampu menerapkan prinsip psikologi pendidikan, teori komunikasi, dan literasi visual untuk pemilihan media dalam kaitannya dengan desain pembelajaran baik skala makro maupun mikro, (b) memiliki pemahaman yang kuat tentang penerapan prinsip-prinsip dasar desain pesan dalam pengembangan produk pembelajaran.
Desain Strategi Pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran dalam suatu pembelajaran, (Seels & Richey, 1994:34). Pada Desain Sistem Pembelajaran kompetensi yang setidaknya harus dimiliki guru atau teknolog yaitu: (a) mampu memilih strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan situasi belajar dan karakteristik pemelajar, (b) mampu mengidentifikasi setidaknya satu model desain pembelajaran yang relevan dan menerapkannya dalam konteks pembelajaran yang relevan (c) mampu memilih strategi atau model pembelajaran yang relevan situasi belajar, karakteristik materi ajar, dan tujuan pembelajaran (d) mampu memilih strategi motivasi yang relevan dan efektif untuk situasi belajar, target audiens dan karakteristik tugas tertentu.
Desain karakteristik pemelajar atau Karakteristk Siswa (learner characteristics) adalah segi-segi latar belakang pengalaman pemelajaryang berpengaruh terhadap efektivitas proses belajarnya (Seels & Richey, 1994:35). Kompetensi yang setidaknya harus dikuasai guru Pada Desain karakteristik pemelajar atau Karakteristk Siswa meliputi: (a) mampu mengidnetifikasi karakteristik siswa dalam rangka persiapan pembelajaran tertentu. Misal, untuk pembelajaran di sekolah, kampus, pelatihan dan lain-lain, (b) mampu menggambarkan dan atau mendokumentasikan karakteristik siswa tertentu yang akan mempengaruhi pemilihan strategi pembelajaran yang tepat, (c) mampu menggambarkan dan atau mendokumentasikan karakteristik siswa tertentu yang akan mempengaruhi implementasi strategi pembelajaran yang tepat, (d) mampu menggambarkan dan atau mendokumentasikan karakteristik siswa tertentu yang akan mempengaruhi pemilihan strategi pembelajaran dan sumber-sumber yang tepat dalam suatu pusat sumber belajar, (e) mampu menggambarkan dan atau mendokumentasikan karakteristik siswa tertentu yang akan mempengaruhi implementasi strategi pembelajaran dan sumber-sumber yang tepat dalam suatu pusat sumber belajar.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan untuk aplikasi Teknologi Pendidikan dalam peningkatan keserasian pendidikan pada kawasan Desain (proses untuk menentukan kondisi belajar) atau kegiatan proses belajar mengajar jika dipandang sebagai sistem maka subsistemnya antara lain: (1) bahan pelajaran, (2) metode mengajar (3) alat belajar, alat peraga, dan media belajar, (4) peran guru.
Bahan Pelajaran adalah sekumpulan materi pembelajaran . Bahan pelajaran yang digunakan pada proses kegiatan belajar mengajar harus mengandung prinsip-prinsip desain sistem pembelajaran dan desain pesan yang diintegrasikan dengan tepat kedalam strategi pembelajaran dengan memandang karakteristik pemelajar.
Strategi pembelajaran menurut Situmorang dalam Prawiradilaga dan Evelin Siregar (2007:67) adalah suatu pendekatan dalam mengorganisasikan komponen-komponen pembelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pembelajaran (hasil belajar).
Pada saat seorang guru atau teknolog menyiapkan bahan ajar misalnya saja multimedia pembelajaran, Ia harus mempertimbangkan suatu acuan yaitu kurikulum (desain sistem pembelajaran) selanjutnya bahan ajar itu harus mengandung prinsip psikologi pendidikan, teori komunikasi, dan literasi visual (desain pesan) kemudian bahan ajar ini harus diterapkan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat (desain strategi pembelajaran) dengan memandang karakteristik pemelajar (desainkarakteristik pemelajar). Sehingga bahan pelajaran ini dapat meningkatkan keserasian pendidikan.
Metode Mengajar merupakan bagian dari strategi pembelajaran, metode mengajar berfungsi sebagai cara untuk menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu, menurut Yamin (2008:66). Baik tidaknnya suatu metode mengajar sangat tergantung antara lain kepada tujuan pengajaran, materi yang diajarkan, pengetahuan awal siswa, waktu dan sarana penunjang, jumlah peserta didik dan pengalaman pendidik menurut Danim (1994:34).
Metode mengajar yang digunakan pada proses kegiatan belajar mengajar harus mengandung prinsip-prinsip desain Desain Strategi Pembelajaran. Kompetensi yang setidaknya harus dimiliki guru atau teknolog yaitu: (a) mampu memilih strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan situasi belajar dan karakteristik pemelajar, (b) mampu mengidentifikasi setidaknya satu model desain pembelajaran yang relevan dan menerapkannya dalam konteks pembelajaran yang relevan (c) mampu memilih strategi atau model pembelajaran yang relevan situasi belajar, karakteristik materi ajar, dan tujuan pembelajaran (d) mampu memilih strategi motivasi yang relevan dan efektif untuk situasi belajar, target audiens dan karakteristik tugas tertentu.
Seorang guru ingin mengajarkan suatu materi pembelajaran pada kelas yang berjumlah 40 orang siswa, maka ia harus memilih metode mengajar (desainstrategi pembelajaran) dengan melihat kepada tujuan pengajaran, materi yang diajarkan, pengetahuan awal siswa, waktu, sarana penunjang (desain sistem pembelajaran), dan jumlah peserta didik selanjutnya menerapkan pada strategi pembelajaran yang tepat berdasarkan situasi belajar, karakteristik pemelajar (desain karakteristik pemelajar) yang menggunakan model pembelajaran yang relevan dengan situasi belajar, karakteristik materi ajar, dan tujuan pembelajaran (desain pesan) sehingga terjadi peningkatkan keserasian pendidikan.
Alat Belajar, Alat Peraga, dan Media Belajar adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Untuk itu dalam membuat alat belajar, alat peraga, dan media belajar seorang guru atau teknolog harus menguasai desain pesan dan desain sistem pembelajaran kemudian diterapkan menggunakan desain strategi pembelajaran dengan memandang karakteristik pemelajar atau desain karakteristik pemelajar. Dengan demikaian alat belajar, alat peraga dan media belajar yang dibuat dapat meningkatkan keserasian pendidikan.
Peran Guru dalam kegiatan belajar mengajar. Siswa memerlukan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dengan dukungan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Dalam kaitan ini guru memegang peran yang sangat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu sumber informasi. Dalam bukunya yang berjudul Reinventing Education, Louis V. Gerstmer, Jr. seperti dikutip Nurdin Salmi (2008), menyatakan bahwa di masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang.
1. Sebagai pelatih (coaches), guru harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan satu cara yang mutlak. Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, dimana pelatih hanya memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada.
2. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar, dimana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal.
3. Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran.
4. Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa.
5. Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luar mengajar.
6. Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya.
7. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionalismenya.

Pada Teknologi Pendidikan guru harus menguasai kawasan desain sekaligus berperan sebagai pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang sehingga tercapailah keserasian pendidikan.
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
Teknologi Pendidikan pada hakekatnya adalah pemecahan masalah pendidikan (tindak belajar manusia) dari segala aspek, bukan hanya digunakannya mesin-mesin atau alat-alat elektronik dalam pendidikan.
Teknologi Pendidikan memiliki lima kawasan yang menjadi bidang garapannya yaitu desain, pengembangan, pengelolaan, pemanfaatan, dan penilaian.
Aplikasi Teknologi Pendidikan dilakukan pada kawasan Desain/proses menentukan kondisi belajar (yaitu: bahan pelajaran, metode mengajar, alat belajar, alat peraga, dan media belajar, dan peran guru) yang menerapkan desain sistem pembelajaran, desain pesan, desain strategi pembelajaran, dan desain karakteristik pemelajar secara bersinergi dalam upaya peningkatan keserasian pendidikan dalam kegiatan belajar mengajar.


3.2 Saran
Hendaknya seorang guru dalam melaksanakan tugasnya dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan aplikasi Teknologi Pendidikan sehingga terjadi peningkatan keserasian pendidikan yang dapat berdampak peningkatan kualitas pendidikan.
Daftar Pustaka
Danim, Sudarwan. 1995.Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan.Jakarta: Rajawali Press.
Miarso, Yusufhadi. 2009. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: kencana.

Seels, Barbara. B & Rita C. Richey. 1994. Teknologi Pembelajaran Definisi dan Kawasannya. Jakarta Unit Penerbitan UNJ.

Salmi, Nurdin. 2008. Teknologi Iformasi Inovasi Bagi Dunia Pendidikan. (Online).http://www.waspada.co.id/serba_serbi/pendidikan/artikel.php?article_id=65750. Diakses 27 November 2009

Prawiradilaga, Dewi Salma & Evelin Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Pusat Pembinaan &Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.

Yamin, Martinis. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung Persada Press.

-Undang Republik Indonesia No. 20. 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Depdiknas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar