Jumat, 11 Desember 2009

SELAMAT BERJUANG-SELAMAT HARI IBU

Pada tangga 22 Desember ini bangsa Indonesia memperingati Hari Ibu yang ke- 80. Sudah kita ketahui Ibu adalah sosok yang menjadi contoh tauladan dan tuntunan bagi generasinya terutama bagi wanita lainnya. Seorang ibu jika mampu mendidik anaknya dengan benar maka akan tumbuhlah generasi yang mampu membangun sebuah peradaban yang tinggi dan maju yang dapat menyelesaikan beragam masalah kompleks dimasa yang akan datang.

Untuk itu pada momen peringatan hari ibu ini marilah kita renungkan dan fikirkan hal-hal berikut ini.

Apakah kita adalah ibu yang dekat dengan Tuhannya? Yang selalu berdoa untuk kemajuan keluarga, bangsa dan Negara, yang menjalankan perintah Tuhannya dan menjauhi larangannya.

Apakah kita adalah ibu yang pandai bersyukur ? bersyukur atas segala nikmat yang diberikanNya dan ikhlas dengan segala kehendakNya disertai dalam bentuk sikap menghormati dan menghargai orang lain dalam penerapan kehidupan sehari-hari sehingga Tuhan akan selalu mengabulkan doa dan menambah nikmat hamba yang pandai bersyukur dan dekat denganNya.

Apakah kita adalah ibu yang pandai memanajemen waktu? Sehingga tidak ada sedikitpun waktu yang terbuang dengan percuma.Sudah mampukah kita meninggalkan kebiasaan buruk seperti duduk berlama-lama di hadapan televisi dengan tayangan yang kurang ilmiah atau kurang bermanfaat sementara seharusnya waktu itu bisa lebih berarti bila digunakan seperti memperhatikan potensi diri, keluarga, rumah , dan sebagainya. Waktu adalah modal, kesempatan dan kekayaan yang tidak bernilai, dan waktu tidak akan pernah berulang kembali.

Apakah kita adalah ibu yang sudah menggali, menenukan dan mengembangkan potensi diri? Setiap manusia terlahir di bumi ini sudah dianugrahi Tuhan dengan beragam keahlian, kemahiran, keterampilan dan kepandaian tinggal bagaimana kita menggali, menemukan dan mengembangkan potensi itu. Dalam ilmu fisika potensi diri dikategorikan dengan energi potensial yang harus diubah menjadi energi kinetic sehingga potensi diri dapat bergerak memberi manfaat dan menjadi kekuatan bagi keluarga, bangsa dan Negara baik dari segi ekonomi, social, pendidikan dan sebagainya.

Apakah kita adalah ibu yang selalu mawas diri, meluruskan yang salah dan bergabung dalam suatu wadah organisasi wanita yang benar? . Dengan bergabungnya kita sebagai ibu dalam suatu wadah organisasi misalnya saja gerakan PKK, Dharmawanita, Salima dan sebagainya yang telah terdaftar dalam GOW (gabungan organisasi Wanita) maka kita bisa menuangkan inspirasi, mengembangkan potensi diri, menambah ilmu dan keterampilan, memperluas wawasan dan menambah silaturahmi sehingga menimbulkan dampak positif yang berimbas pada keluarga dan lingkungan tentunya.

Ibu, jika hal-hal yang dipertanyakan tadi sudah kita perhatikan, renungkan dan kita ambil hikmahnya untuk diterapkan dalam kehidupan kita maka dapat dikatakan kita adalah sosok ibu yang mengkontribusi seorang anak yang mampu memberi dan menebar manfaat bagi agama, keluarga, bangsa dan Negara. Dan jadilah kita sebagai sosok ibu yang mampu menyokong bangsanya yang Kebesaran Negara menjulang karena jasa ibu, yang Kekuatan Negara terbangun karena peran ibu dan yang Kemuliaan Negara tersebarluas dan tertancap kokoh berkat fungsi seorang ibu

Dirgahayu ibu!…. selamat hari ibu! semoga apa yang setiap ibu-ibu lakukan memiliki nilai di mata Tuhan dan Semoga Tuhan selalu mengiringi setiap langakah perjuangan kita….. Amin

Aplikasi Teknologi Pendidikan pada Proses Belajar Mengajar dalam Peningkatan Keserasian Pendidikan

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Definisi pendidikan menurut UU Nomor 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Menurut Carter V. Good dalam Hasbullah (2009:2), Pendidikan adalah ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip dan metode-metode mengajar, pengawasan dan bimbingan murid. Sedangkan menurut Ahmad D Marimba masih dalam Hasbullah (2009:2), Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju tebentuknya kepribadian yang utama. Sehingga dari definisi pendidikan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan merupakan proses pembelajaran dimana ada pendidik dan peserta didik yang menggunakan metode , pengawasan dan bimbingan guna mencapai tujuan pendidikan.
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru, yang sebagiannya sering tidak dapat diramalkan sebelumnya. Sebagai konsekuensi logis, pendidikan selalu dihadapkan pada masalah-masalah baru. Masalah yang dihadapi dunia pendidikan itu demikian luas, pertama karena sifat sasarannya yaitu manusia dengan berbagai keunikannya, kedua karena usaha pendidikan harus mengantisipasi ke hari depan yang tidak segenap seginya terjangkau oleh kemampuan daya ramal manusia. Oleh karena itu, perlu ada rumusan yang serasi sebagai masalah-masalah pokok yang dapat dijadikan pegangan oleh pendidik dalam mengemban tugasnya.
Tujuan pendidikan menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan ini dibutuhkan suatu Teknologi Pendidikan, khususnya dalam pelaksanaan proses pendidikan.
Sistem pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan masyarakat yang merupakan salah satu bagian dari suprasistem pendidikan. Pembangunan sistem pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak sinkron dengan suprasistem dari sistem pendidikan. Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai sistem dengan sistem sosial budaya sebagai suprasistem tersebut di mana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahan intern sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Artinya, suatu permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan dengan masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya mutu hasil belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari peran guru selaku ujung tombak pelaksana pendidikan serta masih banyak lagi faktor-faktor lainnya di luar sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar tersebut. Menurut Pidarta (2007:37), dalam menangani pendidikan baik mempertahankan yang sudah ada, memperbaiki, maupun mengadakan sesuatu yang baru hendaklah memperhatikan bagian-bagiannya atau semua subsistemnya secara berimbang atau proporsional. Hanya dengan cara ini perbaikan dan kemajuan pendidikan diharapkan paling mungkin tercapai.
UNDP (United Nation Development Program) atau Badan PBB yang menangani masalah pendidikan mengeluarkan data tentang peringkat Negara-negara dunia berdasarkan daya saing kualitas sumber daya manusia tahun 2007 atau Human Development Index 2007. Dari 177 negara yang diteliti, Indonesia menduduki peringkat hampir terakhir yaitu di posisi 107. Artinya kualitas daya saing sumber daya manusia Indonesia sangat rendah di pasar internasional. Rendahnya kualitas pendidikan ini, salah satu penyebabnya adalah lemahnya penataan kegiatan akademik yang tercermin melalui kondisi kegiatan belajar mengajar di kelas yang tidak serasi. Untuk meningkatkan keserasian pendidikan dibutuhkan suatu Teknologi Pendidikan dalam pelaksanaan proses pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah “bagaimana aplikasi Teknologi Pendidikan pada proses kegiatan belajar mengajar dalam peningkatan keserasian pendidikan?”.

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan ini, selain sebagai pemenuhan salah satu tugas dalam mata kuliah Dasar-dasar Teknologi Pendidikan adalah juga untuk mengetahui aplikasi Teknologi Pendidikan pada proses kegiatan belajar mengajar dalam peningkatan keserasian pendidikan?”.

2. Pembahasan
2.1 Teknologi Pendidikan
Teknologi berasal dari techne atau cara dan logos atau pengetahuan sehingga teknologi dapat diartikan pengetahuan tentang cara (Miarso, 2007:131). Teknologi Pendidikan berdasarkan beberapa konsep atau definisi dari berbagai lembaga dan perkembangannya adalah sebagai berikut:
 Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT) 1963 “ Komunikasi audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses belajar. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.”
 Definisi Commission on Instruction Technology (CIT) 1970
“Dalam pengertian yang lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulis. Bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya.”
 Definisi Silber 1970 “Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.
 Definisi MacKenzie dan Eraut 1971 “Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai”. Dalam definisi MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.
 Definisi AECT 1972, Pada tahun 1972, AECT berupaya merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan memberikan rumusan:
“Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut”.
 Definisi AECT 1977 “Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia”.
 Definisi AECT 1994 “Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.”
 Definisi AECT 2004 “Teknologi pembelajaran adalah studi dan etika praktek untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan sumber daya teknologi.”
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Teknologi Pendidikan adalah suatu disiplin/bidang (field of study) untuk memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran guna meningkatkan kinerja menggunakan pendekatan sistemik. Kawasan Teknologi Pendidikan meliputi kegiatan yang berkaitan dengan analisis, desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, implementasi dan evaluasi baik proses-proses maupun sumber belajar. Teknologi Pendidikan tidak hanya bergerak di sekolah atau lembaga pendidikan tetapi dalam semua aktifitas manusia (seperti keluarga, masyarakat, organisasi, perusahaan dan lain-lain) sejauh berkaitan dengan upaya memecahkan masalah belajar dan peningkatan kinerja.
2.2 Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Meningkatkan Keserasian Pendidikan.
Keserasian dari kata dasar Serasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:824) artinya adalah selaras, sepadan, seimbang, harmonis yang berlawanan dengan kontras, tidak seimbang, tidak harmonis. Keserasian adalah suatu peristiwa dimana terjadi kesesuaian, kecocokan, keseimbangan antara komponen satu dengan lainnya sehingga tercapai tujuan yang diinginkan. Didalam keserasian pendidikan terdapat kesesuaian, kecocokan, keseimbangan antara komponen pendidikan sehingga tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
Menurut Miarso (2009:78) Apabila konsep atau pengertian Teknologi Pendidikan kita analisis, kita akan memperoleh pedoman umum aplikasi Teknologi pendidikan yaitu: (1) memadukan berbagai macam pendekatan dari bidang psikologi, komunikasi, manajemen, rekayasa, dan lain-lain secara bersistem. (2) memecahkan masalah belajar pada manusia secara menyeluruh dan serempak, dengan memperhatikan dan megkaji semua kondisi dan saling kaitan diantaranya, (3) Ddigunakannya teknologi sebagai proses dan produk untuk membantu memecahkan masalah belajar, (4) timbulnya daya lipat atau efek sinergi, dimana penggabungan pendekatan dan unsur-unsur mempunyai nilai lebih dari sekedar penjumlahan . Demikianpula pemecahan secara menyeluruh dan serempak akan mempunyai nilai lebih daripada memecahkan masalah secara terpisah.
Dalam Teknologi Pendidikan terdapat lima kawasan Teknologi Pendidikan yaitu desain, pengembangan, pengelolaan, pemanfaatan, dan penilaian (Seels & Richey, 1994:25). Yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar adalah kawasan Desain. Desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar (Seels & Richey, 1994:32). Kawasan Desain meliputi: (1) desain sistem pembelajaran, (2) desain pesan, (3) desain strategi pembelajaran dan (4) karakteristik pemelajar (Seels & Richey, 1994:33).
Desain Sistem Pembelajaran adalah prosedur yang terorganisasi yang meliputi langkah-langkah penganalisaan, perancangan, pengembangan, pengaplikasian, dan penilaian pembelajaran (Seels & Richey, 1994:33). kompetensi standar yang setidaknya harus dimiliki guru atau teknolog pada Desain Sistem Pembelajaran yaitu:
(1) Kemampuan umum meliputi: (a) mampu memanfaatkan dan mengimplementasikan prinsip-prinsip optimalisasi kondisi belajar, (b) mampu mengidentifikasi berbagai ragam model desain pembelajaran dan setidaknya dapat mengimplementasikan salah satu diantaranya, (c) mampu mengidentifikasi teori-teori belajar dan konsekuensi implikasinya terhadap pembelajaran yang efektif dan efisien.
(2) Kemampuan dalam Menganalisis meliputi: (a) mampu merumuskan tujuan pembelajaran yang relevan dengan materi dan hasil belajar yang diharakan, (b) mampu melakukan analisis instruksional (instructional/task analysis), analisis materi dan analisis konteks, (c) mampu mengkategorisasikan tujuan pembelajaran berdasarkan skema atau taksonomi yang sesuai/tepat.
(3) Kemampuan dalam Mendesain (Designing) meliputi: (a) menciptakan suatu rencana terkait dengan topik atau konten tertentu dalam skala makro sesuai dengan prinsip desain pembelajaran, (b) membuat rencana pembeajaran (skala mikro) yang sesuai dengan kebutuhan, (c) mengintegrasikan keterampilan ICT literacy kedalam proses pembelajaran, (d) memadukan proses teknologi pembelajaran kontemporer untuk mendorong terjadinya pembelajaran yang interaktif, (e) berkolaborasi dengan guru lain untuk memastikan standar ICT literacy telah terinetgrasi dalam kurikulum.
(4) Kemampuan dalam Mengembangkan (Developing) meliputi: mampu menghasilkan bahan belajar yang menggunakan atau mengkombinasikan multimedia (video, animasi, simulasi, teks, gambar, dll)Memiliki salah satu kemampuan dalam mengembangkan multimedia seperti authoring tools, web design tools, dll.
(5) Kemampuan dalam Mengimplementasikan (Implementating) meliputi: (a) mampu mengimplementasikan rencana pembelajaran dan bahan belajar yang dihasilkan dalam seting pembelajaran yang kontekstual untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, (b) mampu menciptakan atau membuat pengkategorisasian koleksi media yang tepat dengan menggunakan prinsip kataloging dan klasifikasi pusat sumber belajar.
(6) Kemampuan dalam Mengevaluasi (Evaluating) meliputi: (a) mampu menggunakan berbagai jenis dan alat evaluasi untuk mengukur ketercapaian hasil belajar, (b) mampu menerapkan prinsip evaluasi formatif.
Desain Pesan (Message Design) adalah perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan, (Seels & Richey, 1994:33). kompetensi yang setidaknya harus dimiliki guru atau teknolog pada Desai Pesan yaitu: (a) mampu menerapkan prinsip psikologi pendidikan, teori komunikasi, dan literasi visual untuk pemilihan media dalam kaitannya dengan desain pembelajaran baik skala makro maupun mikro, (b) memiliki pemahaman yang kuat tentang penerapan prinsip-prinsip dasar desain pesan dalam pengembangan produk pembelajaran.
Desain Strategi Pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran dalam suatu pembelajaran, (Seels & Richey, 1994:34). Pada Desain Sistem Pembelajaran kompetensi yang setidaknya harus dimiliki guru atau teknolog yaitu: (a) mampu memilih strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan situasi belajar dan karakteristik pemelajar, (b) mampu mengidentifikasi setidaknya satu model desain pembelajaran yang relevan dan menerapkannya dalam konteks pembelajaran yang relevan (c) mampu memilih strategi atau model pembelajaran yang relevan situasi belajar, karakteristik materi ajar, dan tujuan pembelajaran (d) mampu memilih strategi motivasi yang relevan dan efektif untuk situasi belajar, target audiens dan karakteristik tugas tertentu.
Desain karakteristik pemelajar atau Karakteristk Siswa (learner characteristics) adalah segi-segi latar belakang pengalaman pemelajaryang berpengaruh terhadap efektivitas proses belajarnya (Seels & Richey, 1994:35). Kompetensi yang setidaknya harus dikuasai guru Pada Desain karakteristik pemelajar atau Karakteristk Siswa meliputi: (a) mampu mengidnetifikasi karakteristik siswa dalam rangka persiapan pembelajaran tertentu. Misal, untuk pembelajaran di sekolah, kampus, pelatihan dan lain-lain, (b) mampu menggambarkan dan atau mendokumentasikan karakteristik siswa tertentu yang akan mempengaruhi pemilihan strategi pembelajaran yang tepat, (c) mampu menggambarkan dan atau mendokumentasikan karakteristik siswa tertentu yang akan mempengaruhi implementasi strategi pembelajaran yang tepat, (d) mampu menggambarkan dan atau mendokumentasikan karakteristik siswa tertentu yang akan mempengaruhi pemilihan strategi pembelajaran dan sumber-sumber yang tepat dalam suatu pusat sumber belajar, (e) mampu menggambarkan dan atau mendokumentasikan karakteristik siswa tertentu yang akan mempengaruhi implementasi strategi pembelajaran dan sumber-sumber yang tepat dalam suatu pusat sumber belajar.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan untuk aplikasi Teknologi Pendidikan dalam peningkatan keserasian pendidikan pada kawasan Desain (proses untuk menentukan kondisi belajar) atau kegiatan proses belajar mengajar jika dipandang sebagai sistem maka subsistemnya antara lain: (1) bahan pelajaran, (2) metode mengajar (3) alat belajar, alat peraga, dan media belajar, (4) peran guru.
Bahan Pelajaran adalah sekumpulan materi pembelajaran . Bahan pelajaran yang digunakan pada proses kegiatan belajar mengajar harus mengandung prinsip-prinsip desain sistem pembelajaran dan desain pesan yang diintegrasikan dengan tepat kedalam strategi pembelajaran dengan memandang karakteristik pemelajar.
Strategi pembelajaran menurut Situmorang dalam Prawiradilaga dan Evelin Siregar (2007:67) adalah suatu pendekatan dalam mengorganisasikan komponen-komponen pembelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pembelajaran (hasil belajar).
Pada saat seorang guru atau teknolog menyiapkan bahan ajar misalnya saja multimedia pembelajaran, Ia harus mempertimbangkan suatu acuan yaitu kurikulum (desain sistem pembelajaran) selanjutnya bahan ajar itu harus mengandung prinsip psikologi pendidikan, teori komunikasi, dan literasi visual (desain pesan) kemudian bahan ajar ini harus diterapkan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat (desain strategi pembelajaran) dengan memandang karakteristik pemelajar (desainkarakteristik pemelajar). Sehingga bahan pelajaran ini dapat meningkatkan keserasian pendidikan.
Metode Mengajar merupakan bagian dari strategi pembelajaran, metode mengajar berfungsi sebagai cara untuk menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu, menurut Yamin (2008:66). Baik tidaknnya suatu metode mengajar sangat tergantung antara lain kepada tujuan pengajaran, materi yang diajarkan, pengetahuan awal siswa, waktu dan sarana penunjang, jumlah peserta didik dan pengalaman pendidik menurut Danim (1994:34).
Metode mengajar yang digunakan pada proses kegiatan belajar mengajar harus mengandung prinsip-prinsip desain Desain Strategi Pembelajaran. Kompetensi yang setidaknya harus dimiliki guru atau teknolog yaitu: (a) mampu memilih strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan situasi belajar dan karakteristik pemelajar, (b) mampu mengidentifikasi setidaknya satu model desain pembelajaran yang relevan dan menerapkannya dalam konteks pembelajaran yang relevan (c) mampu memilih strategi atau model pembelajaran yang relevan situasi belajar, karakteristik materi ajar, dan tujuan pembelajaran (d) mampu memilih strategi motivasi yang relevan dan efektif untuk situasi belajar, target audiens dan karakteristik tugas tertentu.
Seorang guru ingin mengajarkan suatu materi pembelajaran pada kelas yang berjumlah 40 orang siswa, maka ia harus memilih metode mengajar (desainstrategi pembelajaran) dengan melihat kepada tujuan pengajaran, materi yang diajarkan, pengetahuan awal siswa, waktu, sarana penunjang (desain sistem pembelajaran), dan jumlah peserta didik selanjutnya menerapkan pada strategi pembelajaran yang tepat berdasarkan situasi belajar, karakteristik pemelajar (desain karakteristik pemelajar) yang menggunakan model pembelajaran yang relevan dengan situasi belajar, karakteristik materi ajar, dan tujuan pembelajaran (desain pesan) sehingga terjadi peningkatkan keserasian pendidikan.
Alat Belajar, Alat Peraga, dan Media Belajar adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Untuk itu dalam membuat alat belajar, alat peraga, dan media belajar seorang guru atau teknolog harus menguasai desain pesan dan desain sistem pembelajaran kemudian diterapkan menggunakan desain strategi pembelajaran dengan memandang karakteristik pemelajar atau desain karakteristik pemelajar. Dengan demikaian alat belajar, alat peraga dan media belajar yang dibuat dapat meningkatkan keserasian pendidikan.
Peran Guru dalam kegiatan belajar mengajar. Siswa memerlukan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dengan dukungan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Dalam kaitan ini guru memegang peran yang sangat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu sumber informasi. Dalam bukunya yang berjudul Reinventing Education, Louis V. Gerstmer, Jr. seperti dikutip Nurdin Salmi (2008), menyatakan bahwa di masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang.
1. Sebagai pelatih (coaches), guru harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan satu cara yang mutlak. Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, dimana pelatih hanya memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada.
2. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar, dimana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal.
3. Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran.
4. Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa.
5. Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luar mengajar.
6. Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya.
7. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionalismenya.

Pada Teknologi Pendidikan guru harus menguasai kawasan desain sekaligus berperan sebagai pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang sehingga tercapailah keserasian pendidikan.
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
Teknologi Pendidikan pada hakekatnya adalah pemecahan masalah pendidikan (tindak belajar manusia) dari segala aspek, bukan hanya digunakannya mesin-mesin atau alat-alat elektronik dalam pendidikan.
Teknologi Pendidikan memiliki lima kawasan yang menjadi bidang garapannya yaitu desain, pengembangan, pengelolaan, pemanfaatan, dan penilaian.
Aplikasi Teknologi Pendidikan dilakukan pada kawasan Desain/proses menentukan kondisi belajar (yaitu: bahan pelajaran, metode mengajar, alat belajar, alat peraga, dan media belajar, dan peran guru) yang menerapkan desain sistem pembelajaran, desain pesan, desain strategi pembelajaran, dan desain karakteristik pemelajar secara bersinergi dalam upaya peningkatan keserasian pendidikan dalam kegiatan belajar mengajar.


3.2 Saran
Hendaknya seorang guru dalam melaksanakan tugasnya dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan aplikasi Teknologi Pendidikan sehingga terjadi peningkatan keserasian pendidikan yang dapat berdampak peningkatan kualitas pendidikan.
Daftar Pustaka
Danim, Sudarwan. 1995.Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan.Jakarta: Rajawali Press.
Miarso, Yusufhadi. 2009. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: kencana.

Seels, Barbara. B & Rita C. Richey. 1994. Teknologi Pembelajaran Definisi dan Kawasannya. Jakarta Unit Penerbitan UNJ.

Salmi, Nurdin. 2008. Teknologi Iformasi Inovasi Bagi Dunia Pendidikan. (Online).http://www.waspada.co.id/serba_serbi/pendidikan/artikel.php?article_id=65750. Diakses 27 November 2009

Prawiradilaga, Dewi Salma & Evelin Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Pusat Pembinaan &Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.

Yamin, Martinis. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung Persada Press.

-Undang Republik Indonesia No. 20. 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Depdiknas.

Problematika Sertifikasi Guru Pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 OKU

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Guna meningkatkan mutu pembelajaran dan pendidikan di Indonesia, Pemerintah telah meluncurkan berbagai kebijakan, salah satunya adalah kebijakan yang berkaitan dengan sertifikasi guru. Program sertifikasi guru dari Pemerintah ramai dibicarakan oleh para guru, program ini disambut pro dan kontra dikalangan pendidik. Menurut (http://ikabela.blogspot.com/2007/11/pro-kontra-sertifikasi-guru.html), secara umum disimpulkan rekan-rekan guru melihat program sertifikasi guru lebih banyak menyentuh aspek kesejahteraan guru daripada peningkatan kualitas/kinerjanya. Sedangkan penulis selaku mahasiswa Teknologi Pendidikan memandang sertifikasi guru yang masuk dalam kawasan pengelolaan yaitu manajemen system, pada akhirnya akan menciptakan system pendidikan yang berkualitas, dimana seorang guru yang bisa dikatakan cukup sejahtera akan bersungguh-sungguh dengan profesinya selaku pendidik.
Tahun 2008 merupakan tahun kedua sertifikasi guru. Dalam pedoman penentuan peserta sertifikasi ada ketentuan bahwa kuota guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) minimal 75% dan maksimal 85%, kuota bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) minimal 15% dan maksimal 25% disesuaikan dengan proporsi jumlah guru pada masing-masing daerah. (http://citizennews.suaramerdeka.com). Meski dengan kuota yang terbatas, di kabupaten Ogan Komering Ulu propinsi Sumsel, melalui Dinas Pendidikan, menawarkan kepada guru-guru yang dianggap telah memenuhi syarat untuk diajukan sebagai calon peserta sertifikasi. Pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 OKU berhasil diajukan 8 orang guru untuk mengikuti calon peserta sertifikasi guru.
Beberapa waktu yang lalu Pemerintah melalui Dinas Pendidikan kabupaten Ogan Komering Ulu telah mengumumkan hasil uji sertifikasi guru tahun 2008. Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 OKU dari 8 orang peserta sertifikasi guru, dinyatakan lulus seleksi melalui portofolio 7 orang dan melalui Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG) 1 orang, dengan kata lain kedelapan orang guru ini telah memiliki sertifikat pendidik. Dengan dinyatakan lulusnya para peserta seleksi tersebut, tentu saja implikasi dan konsekuensi bagi guru yang bersangkutan. Legitimasi yang disandang sebagai guru yang tersertifikasi (guru profesional) diwujudkan dalam perilaku tugas kesehariannya, yang terkait dengan pemenuhan kompetensi personal, sosial, pedagogik maupun akademik. Namun yang menjadi persoalan atau problematika di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 OKU pada sertifikasi guru 2008 ini adalah dari delapan orang pemegang sertifikat pendidik hanya dua orang yang berhasil mendapatkan tunjangan profesi pendidik, adapun data ini penulis dapatkan melalui observasi dan wawancara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dirumuskan permasalahan “Apakah sertifikasi guru? Dan Bagaimanakah problematika sertifikasi guru di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Ogan Komering Ulu?”.
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah mengetahui tentang sertifikasi guru, dan problematika sertifikasi guru di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Ogan Komering Ulu.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini, untuk menambah Pengetahuan dan wawasan mengenai persoalan sertifikasi guru dan menjadi suatu bekal pelajaran bagi calon peserta sertifikasi guru.

2. Pembahasan
2.1 Sertifikasi Guru
Guru merupakan komponen yang sangat menentukan dalam pembentukan pribadi bangsa. Bangsa yang malas, kurang inovasi, berjiwa korup merupakan salah satu bentuk peranan guru, sehingga baik buruknya bangsa ini tergantung pada guru. Karena peran guru yang besar inilah maka diperlukan guru yang professional berdedikasi tinggi dalam menjalankan tugasnya.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi ( UU No. 14/2005).
Sertifikasi guru merupakan salah satu upaya peningkatan mutu guru yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Berikut ini akan dibahas landasan hukum, filsafat, sejarah, sosbud, psikologis, dan ekonomi mengenai sertifikasi guru.

2.1.1 Landasan Hukum
Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, menurut pidarta (2007:42). Dasar hukum utama dalam pelaksanaan sertifikasi guru adalah Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pasal yang menyatakannya adalah pasal 8 yaitu guru wajib memiliki kalifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal lainnya adalah pasal 11 ayat (1) yang menyebutkan bahwa sertifikst pendidik diberikan pada guru yang telah memiliki persyaratan, sebagaimana dalam pasal 8.
Dasar hukum lainnya untuk melaksanakan sertifikasi guru adalah Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2005 tentang Standar Kualifikasi dan kompetensi Pendidik, Fatwa/Pendapat Hukum Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor I.UM.01.02-253, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru Dalam Jabatan melalui Penilaian Portofolio, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 40 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan Melalui Jalur Pendidikan, keputusan Mendiknas Nomor 056/O/2007 tentang Pembentukan Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG).dan Keputusan Mendiknas Nomor 057/O/2007 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru dalam Jabatan.(Dirjen dikti Depdiknas 2008)

2.1.2 Landasan Filsafat
Menurut Pidarta (2007:75) Filsafat adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya. Sertifikasi guru jika dipandang dari sudut filsafat akan menjawab tiga pertanyaan pokok yaitu: (1) Apakah sertifikasi guru itu? (2) Apa yang hendak dicapai (tujuan) oleh sertifikasi itu?, dan Bagaimana merealisasikan sertifikasi guru itu? (3) Apakah manfaat dari sertifikasi guru itu?.
Pada filsafat yang mengkaji tentang ontology maka sertifikasi profesional, kadang hanya disebut dengan sertifikasi atau kualifikasi saja, adalah suatu penetapan yang diberikan oleh suatu organisasi profesional terhadap seseorang untuk menunjukkan bahwa orang tersebut mampu untuk melakukan suatu pekerjaan atau tugas spesifik. Sertifikasi biasanya harus diperbaharui secara berkala, atau dapat pula hanya berlaku untuk suatu periode tertentu. Sebagai bagian dari pembaharuan sertifikasi, umumnya diterapkan bahwa seorang individu harus menunjukkan bukti pelaksanaan pendidikan berkelanjutan atau memperoleh nilai CEU (Continuing Education Unit). ( http://id.wikipedia.org.)
Sertifikasi guru dapat diartikan surat bukti kemampuan mengajar dalam mata pelajaran, jenjang ,dan bentuk pendidikan tertentu seperti yang diterangkan dalam sertifikat pendidik (Depdiknas,2003). Dalam UU No.14/2005 pasal 2 disebutkan bahwa pengakuan guru sebagai tenaga professional dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Selanjutnya pasal 11 menjelaskan bahwa sertifikasi guru diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi guru diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar professional guru. Sedangkan sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang yang diberikan kepada guru sebagai tenaga professional.
Pada filsafat kajian epistimologi, Menurut Departemen Pendidikan Nasional megungkapkan bahwa tujuan sertifikasi guru adalah (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran, (2) meningkatkan profesionalisme guru, (3) meningkatkan proses dan hasil pendidikan, (4 ) mempercepat tujuan pendidikan nasional.
Untuk memperoleh sertifikat pendidik dilaksanakan melalui pola uji kompetensi dan pemberian sertifikat pendidik secara langsung. Pada Pemberian Sertifikat Pendidik secara Langsung menurut website (http://www.lpmpjabar.go.id) peserta sertifikasi menyerahkan dokumen: (a) Foto kopi ijazah S1, ijazah S2/S3 dan transkrip akademik, (b) Foto kopi i surat ijin belajar (c) Foto kopi i SK pangkat/gol terakhir, (d) Foto kopi i SK mengajar
(e) Rekomendari dari dinas pendidikan setempat, Bagi guru berkualifikasi S-2 / S-3. Selanjutnya bagi guru dengan pangkat/golongan IV/c :(a) Foto kopi ijazah S1, ijazah S2/S3 dan transkrip (b) Foto kopi SK Pangkat/Gol terakhir (c) Foto kopi SKmengajar (d) Rekomendasi dari dinas pendidikan setempat. Selanjutnya Guru yang berkualifikasi akademik S-2/S-3 dan sekurang-kurangnya golongan IV/b atau guru yang memiliki golongan serendah-rendahnya IV/c mengumpulkan dokumen. Kemudian dokumen yang telah disusun diserahkan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota atau dinas pendidikan provinsi untuk diteruskan ke Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) penyelenggara sertifikasi guru sesuai wilayah rayon dengan surat pengantar resmi. Kemudian Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) penyelenggara sertifikasi guru melakukan verifikasi dokumen. Verifikasi dokumen dilakukan oleh 2 (dua) asesor yang relevan dan memiliki Nomor Induk Asesor (NIA) dengan mengacu pada rubrik verifikasi dikumen (Buku 3). Apabila dokumen yang dikumpulkan oleh peserta dinyatakan memenuhi persyaratan, maka kepada peserta diberikan sertifikat pendidik. Sebaliknya, apabila dokumen yang dikumpulkan tidak memenuhi persyaratan, maka peserta dikembalikan ke dinas pendidikan di wilayahnya (kabupaten/kota/provinsi) dan diberi kesempatan untuk mengikuti sertifikasi guru melalui uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio.
Cara atau proses untuk mendapatkan sertifikat pendidik yaitu mengikuti alur rekruitmen. Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK) mengumumkan kepada para guru melalui dinas pendidikan propinsi dan kota/kabupaten bahwa pelaksanaan ujian sertifikasi bagi guru akan dilakukan. Kemudian sekolah mengajukan nama-nama guru yang berhak mengikuti ujian sertifikasi kepada pihak dinas pendidikan kota/kabupeten sesuai persyaratan yang telah ditentukan (Pendidikan minimal S1, Masa kerja minimal 5 tahun, memiliki Nomor Unik Pendidik Tenaga Kependidikan (NUPTK), memiliki prestasi istimewa dibidang pendidikan). Dinas pendidikan kota/kabupaten menyusun daftar guru yang berhak mengikuti ujian sertifikasi sesuai aturan prioritas yang telah ditentukan dan mengajukannya kepada Ditjen PMPTK. Ditjen PMPTK menentukan jumlah guru pada tiap kota/kabupaten yang diberi kesempatan untuk mengikuti ujian sertifikasi pada setiap periode ujian. Urutan guru yang diberi kesempatan untuk mengikuti ujian sertifikasi pada tiap kota/kabupaten berdasarkan daftar urut yang diajukan dinas pendidikan kota/kabupaten. Berdasarkan urutan tersebut maka tiap kota/kabupeten mulai melakukan ujian sertifikasi sesuai mekanisme ujian yang ditentukan dengan jumlah sesuai jumlah yang ditentukan Ditjen PMPTK.
Setelah melalui tahap rekruitmen maka tahap berikutnya adalah melewati salah satu dari tiga jalur untuk mendapatkan pengakuan sebagai guru yang profesional, yang dapat ditempuh dengan cara (1) portopolio, (2) Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), (3) pendidikan.
Jalur pertama, sertifikasi guru yaitu portopolio, menurut buku Pedoman Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2008 sedikitnya tiga unsur penilaian yang harus dipenuhi yang dikenal dengan unsur A, B dan C. Adapun unsur A, meliputi tiga komponen, yaitu komponen kualifikasi akademik, pengalaman mengajar, serta perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Pada unsur ini, khususnya komponen kedua dinyatakan layak tidaknya dilanjutkan pemeriksaan terhadap portofolio yang bersangkutan jika terpenuhi atau tidak terpenuhinya syarat minimal masa kerja sebagai guru, atau peserta didiskualifikasi jika yang bersangkutan tidak mencapai masa pengabdian sebagai guru minimal lima tahun. Selanjutnya unsur B mencakup empat komponen yaitu pendidikan dan pelatihan, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, dan karya pengembangan profesi. Adapun unsur C meliputi tiga komponen yaitu keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, serta penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Ketiga unsur memiliki standar minimal kelulusan yang saling terkait. Jika unsur A tidak mencapai standar minimal, maka unsur lain terpengaruh. Unsur A harus mencapai skor 340 dan pada setiap komponen unsur A ini tidak bisa kosong, demikian juga unsur B harus mencapai skor minimal 300 kecuali pada daerah terkategori daerah khusus termasuk terpencil, hanya skor minimalnya 200, sedangkan unsur pendukung yaitu unsur C skor minimal tidak bisa nol. Batas minimal kelulusan (passing grade) aadalah 850, dengan mengikuti ketentuan pengelompokan sepuluh komponen portopolio ke dalam unsur A, B, dan C. (Depdiknas, 2008).
Jalur kedua, sertifikasi guru melalui Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) yang sering juga disebut dengan jalur diklat. Jalur ini ditempuh jika skor portofolio yang bersangkutan tidak memenuhi standar kelulusan.
Jalur ketiga, sertifikasi melalui pendidikan. Jika seorang guru dinyatakan layak dan bisa mengikuti pendidikan, maka ia harus mengikutinya selama dua semester dengan mata kuliah tertentu berdasarkan rumpun mata pelajaran yang diajarkannya di sekolah masing-masing dan mata kuliah yang berkaitan dengan kesuksesan proses pembelajaran. Guru harus intens selama dua semester sehingga diharapkan kompetensi profesional betul menggambarkan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru, mulai dari jenjang pendidikan TK/RA, pendidikan dasar(SD/MI, SLTP/MTS) sampai pendidikan menengah (SMA/MA).
Setelah lulus tahap rekruitmen sertifikasi guru, dan dilanjutkan lulus seleksi sertifikasi guru melalui jalur portopolio, PLPG, atau pendidikan maka seorang guru akan mendapatkan sertifikat pendidik atau guru tersebut telah tersertifikasi.
Kajian aksiologi pada filsafat tentang sertifikasi guru membahas mengenai nilai guna atau manfaat adanya sertifikasi guru. Manfaat Sertifikasi Guru menurut website ( http://sertifikasiguru.blog.dada.net) adalah (1) Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru (2) Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas, dan Tidak professional (3) Meningkatkan kesejahteraan guru.
2.1.3 Landasan Sejarah
Bila kita kembali melihat sejarah dimasa yang lalu, sebelum turunnya kebijakan pemerintah tentang sertifikasi guru, hampir semua orangtua melarang anak-anaknya untuk berprofesi menjadi guru atau menikah dengan seorang guru. Hal ini disebabkan profesi guru pada saat itu tidak menjanjikan kehidupan yang layak. Tetapi setelah turun kebijakan pemerintah tentang sertifikasi guru, sejarah menjadi berubah, Kebanyakan para orang tua mengarahkan anak-anaknya untuk masuk perguruan tinggi jurusan pendidikan agar setelah lulus sang anak dapat berprofesi menjadi guru, seperti penuturan Dr. Sri Sumarni dosen PPS UNSRI dalam perkuliahan Landasan dan Problematika Pendidikan tanggal 2 November 2009 “Profesi guru sekarang ini sedang naik daun”. Perubahan ini mengindikasikan suatu kemajuan dalam dunia pendidikan khususnya profesi guru.
Menurut Pidarta (2007:109) sejarah adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang dapat didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya. Informasi yang lampau dijadikan landasan dan perbandingan untuk maju.
Dari Landasan sejarah mengenai sertifikasi guru dapat disimpulkan bahwa dunia pendidikan dimasa lalu merupakan bahan perbandingan untuk memajukan pendidikan Indonesia umumnya dan profesi guru khususnya dimasa sekarang ini. Dengan munculnya sertifikasi guru yang berdampak meningkatnya kesejahteraan guru, yang pada akhirnya akan melahirkan mutu pendidikan yang lebih berkualitas.
2.1.4 Landasan Sosial Budaya
Pada pembahasan landasan sejarah telah dijelaskan bahwa sejarah guru di masa lampau melahirkan konsep atau teori sertifikasi guru, yang memberi petunjuk kepada para guru tentang bagaimana seharusnya mereka menjadi guru professional yang memiliki kemampuan paedagogik, professional, personal, dan sosial.
Proses sosial menjadi guru professional yang tersertifikasi dimulai dari interaksi sosial, interaksi dan proses sosial menurut Pidarta (2007:153) didasari faktor (1) imitasi, (2) sugesti, (3) identifikasi dan (4) simpati. Proses sosial bisa terjadi karena salah satu atau gabungan dari keempat faktor. Jika seorang guru ingin menjadi guru professional dengan cara melihat atau meniru sikap ataupun cara mengajar guru yang telah tersertifikasi berarti interaksi dan proses sosial didasari faktor imitasi, kemudian jika seorang guru memandang sertifikasi guru membuat sejahtera dengan melihat rekannya yang telah tersertifikasi berarti interaksi dan proses sosial didasari faktor sugesti, selanjutnya jika guru beranggapan bahwa dengan bersertifikasi statusnya akan sama dengan rekannya yang telah tersertifikasi berarti interaksi dan proses sosial didasari faktor identifikasi, jika seorang guru merasa tertarik akan sertifikasi guru dimana faktor perasaan yang mendominan maka interaksi dan proses sosial yang mendasari adalah faktor simpati.
Dari landasan sosial budaya, sertifikasi guru merupakan suatu wadah kelompok sosial. Kelompok sosial menurut pidarta (2007: 158) berarti himpunan sejumlah orang paling sedikit dua orang yang hidup bersama karena cita-cita yang sama. Sedangkan Kneller dalam pidarta (2007:165) mengatakan kebudayaan adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat. Sehingga disimpulkan sertifikasi guru yang merupakan suatu wadah sosial harus bersosialisasi atau melakukan interaksi sosial guna membudayakan guru professional sehingga tercapai mutu pendidikan yang lebih berkualitas.
2.1.5 Landasan Psikologi
Psikologi atau ilmu jiwa menurut Pidarta (2007:194) adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa adalah roh dengan keadaan mengendalikan jasmani yang dapat dipengaruhi alam sekitar. Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia, yang berada yang melekat dalam manusia itu sendiri.
Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua fihak bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju kualitas. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai kualitas.
Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk meningkatkan kualifikasinya, maka belajar kembali ini bertujuan untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapatkan ijazah S-1 atau Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari telah belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru. Demikian pula kalau guru mengikuti sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standar kompetensi guru. Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud.
Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru.
Titik tolak atau dasar psiologi dalam sertifikasi guru adalah keinginan para guru meningkatkan kualitas professional dan kesejahteraan baik atas kesadaran masing-masing individu ataupun atas pengaruh lingkungan, dimana kualitas professional guru merupakan tujuan utama sedangkan kesejahteraan merupakan tujuan berikutnya.
2.1.6 Landasan Ekonomi
Seiring semakin bertambah majunya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) maka dituntut kebutuhan ekonomi yang cukup tinggi pula. Pada umumnya orang beranggapan bahwa kesejahteraan identik dengan kebahagiaan atau seseorang dikatakan mengalami peningkatan atau menurun selalu dikaitkan dengan perekonomian orang tersebut. Begitu pula dengan sertifikasi guru, jika seorang guru telah memiliki sertifikat pendidik maka asumsi banyak orang adalah guru yang memiliki sertifikat pendidik akan sejahtera atau bahagia karena mendapatkan tujangan profesi pendidik.
Untuk mendapatkan tunjangan profesi pendidik syarat utamanya adalah memiliki sertifikat pendidik dan memperoleh nomor registrasi (NRG) dari Departemen Pendidikan Nasional yang kemudian diberikan SK penetapan penerima tunjangan profesi.
Dalam Majalah Komunitas (http://sertifikasiguru.blogspot.com) guru yang telah dinyatakan lulus sertifikasi harus mengumpulkan berkas data sebagai berikut:
A. Fotocopi SK yang mencantumkan gaji terakhir, dapat berupa SK kenaikan pangkat, atau SK kenaikan gaji berbeda terakhir, atau SK in-passing gaji, atau leger gaji bulan terakhir yang telah dilegarisir oleh kepala sekolah yang bersangkutan.
B. Fotocopi SK pembagian tugas mengajar dan tugas tambahan, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Mengajar minimal 24 jam tatap muka perminggu dari kepala sekolah bagi guru kelas atau guru mata pelajaran, disahkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kab/Kota.
b. Mengampu bimbingan dan konseling minimal 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan dari kepala sekolah bagi guru bimbingan dan konseling/konsektor, disahkan oleh Dinas Pendidikan Kab/Kota.
c. Mengajar minimal 6 (enam) jam tatap muka perminggu dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Pendidikan bagi kepala sekolah TK dan SD.
d. Mengajar minimal 6 (enam) jam tatap muka per minggu dari Dinas pendidikan Kab/Kota bagi kepala sekolah SMP,SMA dan SMK.
e. Mengajar minimal 6 (enam) jam tatap muka per minggu dari Dinas Pendidikan Provinsi bagi kepala sekolah SLB.
f. Membimbing minimal 40 (empat puluh) peserta didik dari Dinas Pendidikan Kab/Kota bagi guru bimbingan dan konseling konselor yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah.
g. Mengajar minimal 12 (dua belas) jam tatap muka per minggu dari kepala sekolah bagi guru mata pelajaran yang diberi tugas tambahan sebagai wakil kepala sekolah, disahkan oleh Dinas Pendidikan Kab/Kota.
h. Membimbing minimal 60 (enam puluh) peserta didik dari kepala sekolah bagi guru bimbingan dan konseling/konselor yang mendapat tugas tambahan sebagai wakil kepala sekolah, disahkan oleh Dinas Pendidikan Kab/Kota.
i. Mengajar minimal 12 (dua belas) jam tatap muka per minggu dari kepala sekolah bagi guru mata pelajaran yang diberi tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan, kepala laboratorium, kepala bengkel, atau kepala unit produksi satuan pendidikan, disahkan oleh Dinas Pendidikan Kab/Kota.
j. Mengajar minimal 6 (enam) jam tatap muka perminggu dari kepala sekolah bagi guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu, disahkan oleh Dinas Pendidikan Kab/Kota.
k. Melakukan tugas pembimbingan dan pelatihan professional guru dan pengawasan dari Dinas Pendidikan Kab/Kota bagi pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran atau pengawas kelompok mata pelajaran.
Keterangan :
Apabila guru tidak dapat memenuhi beban kerja yang dimaksud di Sekolah Satuan Administrasi Pangkat, maka kekurangannya dapat dipenuhi di sekolah lain sesuai dengan kewenangannya.

C. Fotocopi SK pembagian tugas mengajar di sekolah lain yang dilegarisir oleh Kepala Sekolah.
D. Fotocopi nomor rekening bank/pos yang masih aktif atas nama guru yang bersangkutan
E. Fotocopi butir A,B,C, dan D bagi guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah dan wakil kepala sekolah dilegarisir oleh kepala dinas pendidikan kabupaten/kota yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk.
Titik tolak atau dasar ekonomi pada sertifikasi guru adalah meningkatkan kesejahteraan guru, dengan memberi tunjangan profesi setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok per bulan dengan memperhatikan syarat-syarat penerimaan tunjangan profesi tersebut tentunya.
Tunjangan Profesi bersifat tetap selama guru yang bersangkutan melaksanakan tugas sebagai guru dengan memenuhi semua persyaratan dan ketentuan yang berlaku dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2007 Tentang Penyaluran Tunjangan Profesi. Dana untuk pembayaran Tunjangan Profesi bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Ditjen PMPTK Depdiknas yang dialokasikan pada dana dekonsentrasi dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Dinas Pendidikan Provinsi.
Dalam website (http://www.lpmpjabar.go.id) tunjangan Profesi diberikan kepada guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas terhitung mulai awal tahun anggaran berikut setelah yang bersangkutan dinyatakan lulus sertifikasi dan mendapatkan nomor registrasi (NRG) dari Depdiknas. Pemberian tunjangan profesi dapat dihentikan apabila guru dan guru diangkat dalam jabatan sebagai pengawas penerima tunjangan profesi memenuhi salah satu atau beberapa keadaant: (1) meninggal dunia, (2) mencapai batas usia pensiun (guru PNS dan bukan PNS dengan batas pensiun 60 tahun), (3) tidak bertugas lagi sebagai guru atau pengawas, (4) berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara pendidikan, (5) melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja sama, (6) dinyatakan bersalah karena tindak pidana oleh pengadilan dan telah memiliki kekuatan hukum tetap, (7) tidak memenuhi beban kerja yang disyaratkan. Guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas yang telah ditetapkan sebagai penerima tunjangan profesi dapat dibatalkan dan wajib mengembalikan tunjangan profesi yang telah diterima kepada Negara apabila sertifikat pendidik yang bersangkutan dinyatakan tidak sah atau batal,
dan data yang diajukan sebagai persyaratan mendapat Tunjangan Profesi tidak sah. PP Nomor 74 tahun 2008 Tentang Guru, Pasal 63 ayat (5) menyatakan:
Guru yang terbukti memperoleh Kualifikasi Akademik dan/atau Sertifikat Pendidik dengan cara melawan hukum diberhentikan sebagai Guru dan wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan penghargaan sebagai Guru yang pernah diterima.
2.2 Problematika Sertifikasi Guru SMA Negeri 4 OKU
Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 OKU, guru yang tersertifikasi pada tahun 2008 berjumlah delapan orang. Dari delapan orang pemegang sertifikat pendidik, hanya dua orang yang telah mendapatkan Tunjangan Profesi Pendidik. Berikut ini data peserta sertifikasi guru SMA Negeri 4 OKU tahun 2008 yang telah memegang sertifikat pendidik.
Daftar Guru Peserta Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) 2008



Berdasarkan daftar guru peserta TPP di atas, peserta nomor satu dan lima atas nama Dra. Siti Aminah dan Agus S, S.Pd berhasil mendapatkan Tunjangan Profesi Pendidik (TPP), sedangkan Peserta yang lain sampai saat ini belum juga mendapatkan Tunjangan Profesi Pendidik. Hal ini disebabkan jumlah jam mengajar dan jumlah jam tugas tambahan mereka sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan Dirjen PMPTK dan disetujui pihak LPMP Sumsel.
Peserta nomor dua atas nama Drs. Yohanes F sampai saat ini belum menerima Tunjangan Profesi Pendidik, hal ini disebabkan yang bersangkutan belum menerima SK penetapan penerima tunjangan profesi.
Peserta nomor delapan atas nama Jumiati, S.Pd dengan jumlah jam mengajar 15 jam per minggu dan memegang sertifikat pendidik bidang studi Fisika juga belum mendapatkan Tunjangan Profesi Pendidik. Hal ini disebabkan pihak LPMP Sumsel tidak mengakui tugas tambahan peserta tersebut sebagai Kepala Laboratorium Fisika.
Peserta nomor tiga, empat, enam, dan tujuh atas nama Dra. Titik S, Drs. Amhar Azza, I. Sodiq,S.Pdi dan Jonijar, S.Pd juga belum menerima Tunjangan Profesi Pendidik. Hal ini disebabkan terdapat ketidaksesuaian antara tugas mengajar dengan pemegang sertifikat pendidik, menurut pendapat pihak LPMP Sumsel saat menganalisis SK pembagian tugas mengajar. Misalnya saja pada Jonijar S.Pd yang memegang sertifikat pendidik bidang studi Bahasa Inggris, pada SK pembagian tugas mengajar, ditugaskan mengajar Bahasa Inggris 20 jam per minggu dan Muatan Lokal conversation Bahasa Inggris 4 jam per minggu. Menurut pendapat pihak LPMP Sumsel Jonijar hanya mengajar 20 jam per minggu sedangkan mengajar Muatan Lokal conversation Bahasa Inggris 4 jam per minggu tidak diperhitungkan.
Dari problematika ini terlihat bahwa guru dan pihak LPMP sama-sama belum memahami peraturan pemerintah yang berlaku, begitu pula dengan kepala sekolah selaku pimpinan kurang tanggap mengantisipasi permasalahan yang semeetinya tidak terjadi.
Teori motivasi Operant Conditioning Skinner, menurut Skinner dalam Khodijah (2006:141) prilaku dibentuk dan dipertahankan oleh konsekuensi. Konsekuensi dari perilaku sebelumnya mempengaruhi perilaku yang sama. Dengan kata lain, orang termotivasi untuk menunjukkan atau menghindari suatu perilaku karena konsekuensi dari perilaku tersebut. Konsekuensi ini ada dua yaitu konsekuensi positif yang disebut reward, dan konsekuensi negatif yang disebut funishment. Perilaku yang menimbulkan reward berpeluang untuk dilakukan kembali, sebaliknya perilaku yang menimbulkan punishment akan dihindari. Pemerintah dengan program sertifikasi guru memberi motivasi dengan memberikan tunjangan profesi pendidik kepada guru yang telah tersertifikasi dan memegang sertifikat pendidik yang menjalankan tugasnya sesuai peraturan yang berlaku. Motivasi ini berdampak pada kinerja para guru yang mungkin sebelum tersertifikasi masuk dalam kategori guru malas tetapi setelah tersertifikasi menjadi kategori guru rajin. Sehingga harapan pemerintah ke depan, dengan adanya program sertifikasi guru kualitas mutu pendidikan di Indonesia akan meningkat.
Jika problematika ini kita kaitkan dengan teori motivasi Operant Conditioning Skinner, para guru SMA Negeri 4 OKU yang mengharap reward dengan menunjukkan kinerja yang berdedikasi tinggi tetapi belum mendapatkan reward tersebut, maka Sertifikasi guru yang menjadi program pemerintah kedepan akan berdampak kelesuan dari para guru dalam menjalankan tugasnya disebabkan mendapatkan perilaku yang tidak diharapkan. Jika problematika ini tidak terselesaikan dengan baik maka, harapan pemerintah yaitu meningkatkan kualitas mutu pendidikan sulit untuk dicapai.
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sedangkan sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang yang diberikan kepada guru sebagai tenaga professional. Guru pemegang sertifikat pendidik berhak mendapatkan Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) dengan syarat-syarat dan ketetuan yang berlaku.
Problematika sertifikasi guru SMA Negeri 4 OKU tahun 2008 adalah sebagian besar belum menerima Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) disebabkan antara lain: belum menerima SK penetapan penerima tunjangan profesi, menurut pihak LPMP Sumsel terdapat ketidaksesuaian antara tugas mengajar dengan pemegang sertifikat pendidik.
3.2 Saran
Hendaknya rekan-rekan guru memahami sertifikasi guru sehingga bisa mengantisipasi permasalaan-permasalahan tentang sertifikasi guru. Hendaknya kepala sekolah selaku pimpinan tanggap terhadap permasalahan para guru selaku bawahannya. Kepada pihak LPMP diharapkan dapat menjalankan tugas sesuai peraturan yang berlaku dengan memberi kebijakan sama kepada semua guru.
Daftar Pustaka
Khodijah, Nyayu. 2006. Psikologi Belajar. Palembang: IAIN Raden Fatah Press.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rieneka Cipta.
. Pedoman Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2008. Depdiknas.
(http://ikabela.blogspot.com/2007/11/pro-kontra-sertifikasi-guru.html) diakses November 2009
(http://citizennews.suaramerdeka.com) diakses November 2009
( http://id.wikipedia.org) diakses November 2009
(http://www.lpmpjabar.go.id) diakses November 2009
(http://sertifikasiguru.blog.dada.net) diakses November 2009
(http://sertifikasiguru.blogspot.com) diakses November 2009
(http://www.lpmpjabar.go.id) diakses November 2009